BERITAUNGGULAN-Banten. Indonesia, sebagai negara dengan beragam budaya dan agama, memiliki potensi besar untuk menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam membangun budaya perdamaian. Budaya perdamaian adalah suatu konsep yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Perdamaian bukan hanya sekedar tidak adanya perang, tetapi juga berarti keadilan dan kesetaraan bagi semua. Dalam konteks Indonesia, budaya perdamaian sangatlah penting untuk membangun kepercayaan dan kerjasama antara berbagai kelompok masyarakat.
Namun, tantangan dalam membangun budaya perdamaian di Indonesia tidaklah sedikit. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya pemahaman tentang pentingnya perdamaian dan toleransi. Banyak masyarakat Indonesia yang masih terjebak pada pola pikir yang sempit dan tidak toleran terhadap perbedaan. Disinilah peran besar lembaga pendidikan dalam membimbing perilaku siswa dan mahasiswa untuk lebih mungkin menanamkan dan mempraktikkan nilai-nilai budaya perdamaian dan persahabatan.
Diskusi tantangan membangun budaya perdamaian mengemuka dalam acara Studium General Pascasarjana UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada 27 September 2025 di Serang Banten dengan tema “Building a Culture of Learning and Peace”. Dalam acara tersebut, Prof. Abdurahman Mas’ud, Ph.D., yang menjadi narasumbernya menyampaikan bahwa iklim sekolah dibentuk oleh faktor-faktor seperti norma dan aturan sekolah, bentuk hubungan antara aktor seperti siswa, guru, staf, dan pimpinan sekolah, serta hubungan dengan aktor luar dan faktor lainnya, sangat mempengaruhi prestasi dan sikap siswa. “Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia juga perlu ditingkatkan untuk mempromosikan budaya perdamaian. Pendidikan harus mampu membentuk karakter dan moral siswa yang baik, serta mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi.” ungkapnya.
Lebih lanjut Prof. Abdurahman menjelaskan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk membangun budaya perdamaian di Indonesia adalah dengan meningkatkan pendidikan tentang pentingnya perdamaian dan toleransi, mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi dalam masyarakat, meningkatkan kerjasama antara berbagai kelompok masyarakat, dan membangun sistem pendidikan yang lebih baik untuk mempromosikan budaya perdamaian.
Selain itu, Prof. Abdurahman juga menyinggung soal langkah-langkah untuk meningkatkan prestasi siswa dan mahasiswa di bidang sains yakni: Pertama, mengembangkan keterampilan akademik dengan pembelajaran secara komprehensif, terintegrasi, berkelanjutan, dan konsisten bagi dosen dan mahasiswa. Kedua, menciptakan atmosfer akademik oleh semua aktor kampus, diperkaya oleh pelajar mandiri dengan semangat penyelidikan. Ketiga, kampus membutuhkan lebih banyak role model: mahasiswa dengan dahaga pengetahuan, profesor yang memotivasi dan menginspirasi, dan pemimpin yang visioner. Keempat, membuat perpustakaan sebagai pusat pembelajaran bagi dosen dan mahasiswa sehingga perpustakaan dan layanan terbaiknya harus menjadi tempat motivasi terbaik bagi akademisi.
Membangun budaya perdamaian di ruang akademik menjadi tugas bersama. Posisi strategis lembaga pendidikan diharapkan menjadi pusat dalam membangun semangat kebersamaan dalam keberagaman. Guru/dosen dan komunitas akademik lainnya harus terus mempromosikan ‘budaya perdamaian’ di ruang pendidikan. Penciptaan iklim dan budaya sekolah yang aman, nyaman, dan damai adalah tugas utama dan tanggung jawab komunitas pendidikan melalui berbagai pendekatan, seperti intra-kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler. Dari acara-acara sosialisasi, seminar dan diskusi diharapkan budaya perdamaian dapat terus dikembangkan terutama dari ruang akademik di Indonesia. Acara Studium Generale yang dibuka oleh Direktur Pascasarjana UIN Banten, Prof. Dr. H. Wasehuddin, M.SI., dihadiri oleh civitas akademika, dosen dan para mahasiswa Pascasarjana. (MS)
