BERITAUNGGULAN.COM, Batik kini telah melampaui statusnya sebagai warisan seni budaya Indonesia dan berkembang menjadi tren fesyen yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Kemajuan ini tidak terlepas dari peran para pembatik yang terus berinovasi untuk menjaga eksistensi industri batik.
Salah satu inovator muda yang memanfaatkan teknologi dalam dunia batik adalah Falahy Mohamad, seorang artisan batik asal Pekalongan. Falahy dikenal dengan karya eksperimentalnya, terutama dalam menciptakan ulang motif batik tambal menggunakan logika matematika parametrik dengan bantuan teknologi komputer. Inovasi ini menjadikan karyanya unik dan futuristik.
Dalam sebuah Talk Show bertajuk “Pengembangan Desain Batik Menggunakan AI” yang digelar di Mal Kota Kasablanka Jakarta, sebagai bagian dari rangkaian acara Industrial Festival 2024, Falahy menjelaskan awal ketertarikannya untuk mendalami batik. Ia merasakan adanya jarak yang semakin melebar antara generasi muda, teknologi, dan budaya, terutama dalam memahami batik. “Banyak anak muda yang merasa bingung ketika dihadapkan pada batik, sehingga saya memutuskan untuk belajar lebih dalam di Universitas Pekalongan, mengambil program studi batik,” jelasnya.
Menurut Falahy, teknologi seharusnya menjadi jembatan untuk mendekatkan budaya dengan generasi muda. Ia memberikan contoh dari latar belakang pendidikannya di bidang arsitektur, di mana banyak ragam hias diambil dari budaya lokal dan digunakan dalam desain arsitektur. Hal ini juga berlaku untuk batik, yang sering dianggap statis, padahal bisa terus berkembang melalui teknologi modern. Desain batik kini bisa melalui proses digitalisasi, mulai dari desain konvensional, arsip digital, hingga penggunaan kecerdasan buatan (AI). “Pelestarian budaya bukanlah sesuatu yang statis, melainkan berkembang sesuai zaman,” ungkapnya.
Rahardi Ramelan, anggota Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia, yang juga hadir dalam acara tersebut, menyoroti potensi AI dalam mengembangkan motif-motif batik klasik seperti tambal, parang, dan truntum. Namun, ia juga mengingatkan bahwa meskipun AI dapat memperkaya desain batik, penggunaannya harus tetap menjaga esensi budaya yang melekat pada batik. “Penyesuaian yang tepat harus dilakukan agar batik tetap berada dalam ranah budaya yang dihormati,” tambah Rahardi.
Rahardi juga menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda agar dapat terus melestarikan batik. Ia berharap lebih banyak program studi dan lembaga pendidikan yang berfokus pada batik, sehingga lahir generasi baru yang memiliki kompetensi dan pemahaman mendalam tentang seni dan teknik batik.
Sementara itu, Direktur Komunitas Remaja Nusantara dan Swara Gembira, Rifan Rahman, dalam kesempatan yang sama berbagi pengalamannya dalam memperkenalkan batik kepada generasi muda. Melalui kolaborasi dengan berbagai brand fesyen, ia berhasil membawa batik ke ranah streetwear, menciptakan gaya yang modern dan relevan bagi anak muda. “Remaja Nusantara telah berkolaborasi dengan banyak brand untuk menciptakan produk-produk yang memadukan kain tradisional dengan tren fesyen masa kini,” ujar Rifan.
Menurutnya, selain inovasi dalam desain, komunitas seni yang melibatkan generasi muda juga berperan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri mereka untuk mengenakan batik. Edukasi tentang wastra secara mendetail, serta tutorial tentang cara memakai kain batik dengan gaya yang nyaman dan stylish, menjadi salah satu cara efektif mendekatkan batik kepada generasi muda.
Dengan kombinasi teknologi, pendidikan, dan kolaborasi kreatif, diharapkan batik tidak hanya tetap lestari, tetapi juga semakin digemari oleh kalangan muda, membawa budaya ini terus berkembang di masa depan.