BERITAUNGGULAN.COM, Malaysia – Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia diundang oleh Tabung Haji Malaysia untuk berbagi pengalaman dalam penyelenggaraan ibadah haji pada acara 41st National Hajj Mudzakarah yang berlangsung di Kota Bharu, Kelantan Darul Naim, Malaysia, Sabtu (28/9/2024). Tema yang diusung pada kegiatan kali ini adalah “Akhlak Mulia Cerminan Kemabruran Haji.”
Hadir sebagai perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag), Direktur Bina Haji Arsad Hidayat dan Kasubbag TU Abdillah turut serta dalam acara ini. Arsad Hidayat menyampaikan paparan mengenai “Kaedah Penetapan Hukum Ibadat Haji Bagi Jemaah Indonesia”, dengan fokus pada kebijakan murur, yang menjadi salah satu langkah mitigasi penting dalam penyelenggaraan haji.
Dalam pemaparannya, Arsad menjelaskan berbagai mekanisme penetapan hukum yang telah digunakan Kementerian Agama dalam menyelenggarakan ibadah haji. Ada empat mekanisme utama yang dilakukan: Bahtsul Masail Haji, Mudzakarah Perhajian Indonesia, Permintaan Pandangan Hukum, serta Konsultasi dan Bimbingan Ibadah. Mekanisme ini, kata Arsad, telah diterapkan dalam berbagai situasi, termasuk saat pandemi Covid-19 hingga tahun 2024.
Pada tahun 2021, mekanisme tersebut diterapkan untuk menangani berbagai persoalan terkait penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi, termasuk protokol kesehatan, manasik yang fleksibel, dan kebijakan istitha’ah haji. Hasil dari kajian ini adalah panduan pelaksanaan manasik haji dan umrah di masa pandemi.
Lanjut Arsad, di tahun 2022, fokus Kementerian Agama beralih pada kajian manasik yang lebih relevan dengan kondisi fisik jemaah. Hal ini kemudian menghasilkan kebijakan moderasi manasik haji dan umrah yang lebih inklusif.
Pada tahun 2023, Kemenag meluncurkan buku panduan Konsultasi Manasik Haji dan Umrah, yang bertujuan memberikan bimbingan kepada jemaah tidak hanya di Tanah Air, tetapi juga di Tanah Suci, dengan melibatkan konsultan ibadah yang lebih berperan aktif selama pelaksanaan haji.
Tahun ini, kebijakan murur menjadi sorotan utama. Kebijakan ini difokuskan untuk mempermudah jemaah lansia dan disabilitas dalam menjalankan mabit di Muzdalifah dengan cara melewati area tersebut tanpa turun dari bus setelah magrib, dan langsung menuju Mina. Arsad menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil sebagai solusi untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi pada 2024, termasuk maraknya penggunaan visa non-haji, kepadatan di Muzdalifah, dan keterbatasan fasilitas di Mina.
Untuk memperkuat kebijakan ini, Kementerian Agama meminta pandangan hukum dari beberapa organisasi Islam besar, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia, Persatuan Islam, dan Al Wasliyah. Dengan mempertimbangkan hasil kajian dan pandangan hukum tersebut, kebijakan murur akhirnya diterapkan.
Keputusan dari Musyawarah Syuriyah PBNU juga turut menjadi landasan penting, yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah secara murur tetap sah selama dilakukan melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah. Jika tidak, mabit di Muzdalifah dinilai sunnah.
Arsad menutup pemaparannya dengan menyatakan bahwa kebijakan murur pada 2024 telah berjalan dengan baik dan mendapat apresiasi. Mobilisasi jemaah haji di Muzdalifah berjalan lebih cepat, dengan seluruh jemaah sudah bergerak ke Mina pada pukul 07.35 waktu Arab Saudi.
“Kami bersyukur, kebijakan murur ini berhasil diterapkan dengan efektif. Banyak pihak yang mengapresiasi kelancaran proses ini,” pungkas Arsad.