Kepala Sekolah: Terjebak di Meja Birokrasi atau Menjadi Arsitek Perubahan?

Kepala Sekolah: Terjebak di Meja Birokrasi atau Menjadi Arsitek Perubahan?

BERITAUNGGULAN.COM, JAKARTA – Jumat (03/10/2025) Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun peradaban bangsa. Namun, keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada kurikulum dan fasilitas, melainkan juga pada kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah menjadi motor penggerak yang menentukan arah, budaya, serta efektivitas manajemen pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Dalam konteks Indonesia, peran kepala sekolah semakin krusial ketika dikaitkan dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang menekankan prinsip otonomi, partisipasi, dan akuntabilitas. Tulisan ini mencoba mengulas teori kepemimpinan dalam MBS, merefleksikan realitas di lapangan, sekaligus menawarkan rekomendasi solusi agar kepemimpinan kepala sekolah mampu menghadirkan perubahan nyata.

Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan yang memberi kewenangan lebih luas kepada sekolah dalam pengambilan keputusan, pengelolaan sumber daya, dan penyusunan strategi pembelajaran. Tujuan utamanya adalah peningkatan mutu pendidikan melalui keterlibatan semua unsur sekolah: guru, siswa, orang tua, dan masyarakat.

Dalam kerangka ini, kepala sekolah tidak cukup hanya berperan sebagai administrator, melainkan harus tampil sebagai pemimpin visioner. Ia dituntut memiliki kemampuan menetapkan visi-misi yang jelas, mengambil keputusan berbasis data, membangun budaya kolaboratif, serta memastikan akuntabilitas. Karakteristik kepemimpinan dalam MBS idealnya bersifat partisipatif, adaptif, inovatif, dan mampu memberdayakan seluruh stakeholder. Dengan demikian, kepala sekolah di era MBS sejatinya adalah agen perubahan yang menggerakkan seluruh ekosistem sekolah.

Artikel ini ditulis oleh: Loula Maretta (Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepemimpinan & Pengambilan Keputusan, Dosen Pengampu: Dr. Dr. Dra. Hj. Neng Nurhaemah, M.Pd., S.Pd.)

Masa depan pendidikan Indonesia membutuhkan kepala sekolah yang berani menjadi pemimpin sejati
Masa depan pendidikan Indonesia membutuhkan kepala sekolah yang berani menjadi pemimpin sejati

Realitas Kepemimpinan Sekolah di Indonesia

Meskipun konsep MBS terdengar ideal, praktik di lapangan menunjukkan tantangan besar. Banyak kepala sekolah masih terjebak dalam tugas administratif, mulai dari laporan penggunaan dana BOS hingga tumpukan dokumen birokratis. Akibatnya, perhatian untuk membangun iklim pembelajaran inovatif sering terpinggirkan.

Meski demikian, terdapat juga teladan kepala sekolah inspiratif yang berhasil mempraktikkan prinsip MBS. Mereka mampu melibatkan orang tua dan masyarakat, mendorong gerakan literasi berbasis komunitas, hingga memanfaatkan teknologi digital sebagai penopang pembelajaran. Namun, praktik baik semacam ini masih bersifat terbatas dan belum menjadi budaya dominan di sekolah-sekolah Indonesia.

Tantangan dalam Implementasi MBS

Ada beberapa kendala utama yang menghambat optimalisasi kepemimpinan kepala sekolah:

  • Keterbatasan sumber daya — baik dana, sarana prasarana, maupun tenaga pendidik yang kompeten.
  • Konflik kepentingan antar-stakeholder — perbedaan kebutuhan dan prioritas sering menimbulkan friksi.
  • Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sekolah, terutama di wilayah pedesaan.
  • Perubahan kebijakan dan kurikulum yang cepat — menuntut kepala sekolah beradaptasi, padahal kapasitas tiap individu berbeda.

Selain itu, pola birokrasi pendidikan yang masih bersifat top-down membuat kepala sekolah sering kehilangan ruang otonomi dalam pengambilan keputusan. Alhasil, semangat desentralisasi dalam MBS belum sepenuhnya terwujud.

Konsekuensi dari Kepemimpinan yang Terjebak Birokrasi

Kepemimpinan yang terlalu birokratis membawa dampak serius. Inovasi berjalan lamban, motivasi guru menurun, dan siswa tidak merasakan atmosfer pembelajaran yang dinamis. Bahkan, implementasi program nasional seperti Kurikulum Merdeka sering kali terhambat karena kepala sekolah masih terikat pada paradigma administratif.

Sebaliknya, sekolah yang dipimpin secara kolaboratif dan transformatif menunjukkan atmosfer berbeda: guru lebih bersemangat, siswa merasa diperhatikan, dan masyarakat ikut memiliki rasa tanggung jawab terhadap sekolah. Hal ini membuktikan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh langsung terhadap mutu pendidikan.

Solusi dan Rekomendasi

Untuk menghadapi tantangan tersebut, beberapa langkah strategis dapat ditempuh:

  • Transformasi peran kepala sekolah — dari administrator menjadi agen perubahan yang fokus pada peningkatan mutu pembelajaran.
  • Redesain program pelatihan — pemerintah perlu menekankan kompetensi kepemimpinan transformatif: inovasi, manajemen konflik, dan adaptasi terhadap perubahan.
  • Sistem penghargaan — adanya insentif bagi kepala sekolah yang berhasil menerapkan MBS efektif akan memacu semangat keluar dari pola birokratis.
  • Optimalisasi teknologi digital — agar manajemen sekolah lebih efisien, sehingga kepala sekolah dapat lebih fokus pada kepemimpinan instruksional.

Kepemimpinan kepala sekolah dalam era Manajemen Berbasis Sekolah adalah kunci peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Apabila kepala sekolah mampu menerapkan prinsip MBS dengan kolaboratif, partisipatif, dan visioner, sekolah akan benar-benar menjadi ruang pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan zaman. Namun, jika peran kepala sekolah terus terjebak dalam rutinitas birokratis, maka semangat reformasi pendidikan hanya akan menjadi wacana tanpa implementasi.

Masa depan pendidikan Indonesia membutuhkan kepala sekolah yang berani menjadi pemimpin sejati—bukan sekadar administrator—yang mampu menghadirkan perubahan nyata bagi ekosistem pendidikan.

Artikel ini ditulis oleh: Loula Maretta — Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepemimpinan & Pengambilan Keputusan Dosen Pengampu: Dr. Dr. Dra. Hj. Neng Nurhaemah, M.Pd., S.Pd.

Referensi

  • Bass, B. M. (1990). From transactional to transformational leadership: Learning to share the vision. Organizational Dynamics.
  • Hallinger, P. (2011). Leadership for learning: Lessons from 40 years of empirical research. Journal of Educational Administration.
  • Spillane, J. P. (2006). Distributed leadership. Jossey-Bass.
  • Suyanto & Jihad, A. (2021). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia. Jurnal Manajemen Pendidikan.
  • Kemendikbudristek (2023). Laporan Tahunan Pendidikan Indonesia.
  • Greenleaf, R. K. (1977). Servant Leadership. Paulist Press.