Menjelang Haji 2025, Kemenag Siapkan Langkah Strategis melalui Mudzakarah Perhajian Indonesia

Menjelang Haji 2025, Kemenag Siapkan Langkah Strategis melalui Mudzakarah Perhajian Indonesia

BERITAUNGGULAN.COM, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia memulai rangkaian persiapan untuk penyelenggaraan ibadah haji 2025 dengan menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia yang akan berlangsung pada 7 hingga 9 November 2024 di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat. Forum ini bertujuan untuk membahas berbagai isu penting yang akan menjadi landasan kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M.

Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat, dalam keterangannya menyebutkan bahwa kegiatan ini bukan hanya untuk membahas soal teknis penyelenggaraan haji, tetapi juga sebagai wadah untuk memperkuat sinergi antar organisasi masyarakat Islam (ormas). Sejumlah ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan organisasi lain juga turut serta dalam upaya membentuk kebijakan yang lebih komprehensif dan inklusif.

“Tujuan utama Mudzakarah ini adalah menyelaraskan pemahaman berbagai pihak dalam rangka menjadikan ibadah haji lebih berkualitas dan tepat sasaran. Seperti yang kita ketahui, haji adalah ibadah yang sangat sakral bagi umat Islam, sehingga penting untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan agar lebih baik setiap tahunnya,” ujar Arsad.

Forum ini, yang telah dilaksanakan sebelumnya di beberapa tempat seperti Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diharapkan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang strategis bagi kelancaran dan kenyamanan jamaah haji Indonesia.

Isu Krusial yang Dibahas: Hukum Penggunaan Nilai Manfaat Dana Haji

Salah satu topik yang akan menjadi sorotan utama dalam forum ini adalah perdebatan seputar penggunaan nilai manfaat dana haji. Baru-baru ini, MUI melalui ijtima’ ulama memutuskan bahwa penggunaan nilai manfaat dari dana haji untuk biaya perjalanan ibadah dinilai haram. Jika keputusan ini dijalankan, maka setiap jamaah akan dihadapkan pada kenaikan biaya Bipih yang cukup signifikan, yang tentu akan menambah beban jamaah yang sudah menabung lama untuk biaya haji mereka.

“Kami sedang mempersiapkan pemahaman yang lebih matang mengenai hal ini. Banyak ormas, termasuk NU, yang menentang gagasan ini, karena menurut mereka, akad yang digunakan dalam setoran dana haji adalah akad wakalah mutlaqah, yang membolehkan penggunaan dana tersebut untuk kepentingan jamaah,” jelas Arsad.

Penggunaan akad wakalah mutlaqah, menurut Arsad, memberikan wewenang penuh kepada pihak yang menerima dana untuk mengelola dan memanfaatkan dana tersebut demi kepentingan jamaah, termasuk untuk memperoleh nilai manfaat yang optimal.

Pemahaman Baru Mengenai Mabit di Mina

Isu lain yang tak kalah penting untuk dibahas adalah kepadatan jamaah di Mina, tempat di mana jamaah haji melakukan mabit (bermalam). Selama ini, banyak jamaah Indonesia yang meyakini bahwa mabit di Mina adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Namun, setelah melalui diskusi dengan para ulama, ditemukan bahwa ada beberapa madzhab fikih yang menyatakan bahwa mabit di Mina bukanlah hal yang wajib, melainkan merupakan bagian dari amalan yang mendapatkan keutamaan.

“Mengingat adanya perbedaan pendapat ini, kami ingin mengedukasi jamaah haji Indonesia agar lebih memahami bahwa tidak ada kewajiban mutlak untuk bermalam di Mina, meskipun tentunya hal ini tetap memiliki keutamaan yang sangat besar,” ungkap Arsad.

Dengan perubahan pemahaman ini, diharapkan kepadatan jamaah di Mina dapat berkurang, dan jamaah dapat lebih fokus menjalankan ibadah lainnya dengan lebih tenang dan khusyuk.

Distribusi Daging Dam: Menjawab Tantangan Logistik

Salah satu tantangan besar yang terus dihadapi dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah distribusi daging Dam (penebus kesalahan) yang disembelih selama ibadah haji. Setiap tahun, ribuan hewan Dam disembelih di Tanah Suci, namun tantangan terbesar adalah bagaimana mendistribusikan dagingnya kepada mereka yang membutuhkan di Indonesia.

Kemenag telah berupaya mengatasi masalah ini dengan mengatur pemotongan hewan Dam di Tanah Suci dan mengirimkan dagingnya ke Indonesia untuk didistribusikan. Namun, Arsad mengakui bahwa proses ini tidak mudah dan membutuhkan regulasi yang lebih harmonis antara Kemenag dan instansi terkait di Indonesia.

“Kami terus berusaha memperbaiki sistem distribusi daging Dam agar tepat sasaran dan dapat dinikmati oleh yang membutuhkan. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk mengoptimalkan semua aspek penyelenggaraan haji,” tutup Arsad.

Melalui Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024, diharapkan akan tercapai solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan haji Indonesia, agar pada 2025, jamaah haji Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan lebih lancar, nyaman, dan berkualitas.