Perkuat Ekosistem Akademik, Unisba Gelar Diskusi Internasional tentang Impactful Professorship

BERITAUNGGULAN.COM, BANDUNG (KOMHUMAS) – Universitas Islam Bandung (Unisba) menyelenggarakan International Sharing Session bertema “Toward Impactful Professorship” dengan menghadirkan dua narasumber: Prof. Emeritus Dr. Rushami Zien Yusoff dari Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM), serta Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unisba.

Kegiatan yang diselenggarakan di Aula Pascasarjana, Jalan Purnawarman no. 63 pada Rabu (19/11) ini menjadi ruang dialog strategis untuk memperkuat peran guru besar dan calon guru besar dalam meningkatkan kontribusi akademik yang berdampak bagi universitas, masyarakat, dan bangsa.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Unisba, Dr. Asnita Frida B. R. Sebayang, S.E., M.Si., menegaskan pentingnya forum ini sebagai upaya menyatukan visi para profesor dan calon profesor di Unisba.

“Gagasan untuk international sharing session ini lahir dari keinginan kami untuk bridging antara seluruh guru besar dan calon guru besar sehingga ada keberlanjutan dan makna bagi pembangunan Unisba ke depan,” ujarnya.

Dr. Asnita juga menyoroti adanya sejumlah profesor yang akan memasuki purnabakti. “Karena beberapa profesor kita akan purnabakti, perlu ada penyamaan persepsi kembali, penyegaran, dan terutama semangat untuk membawa Unisba berdampak ke depan,” lanjutnya.

Ia menekankan bahwa arah kebijakan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi saat ini mendorong kampus untuk menjadi institusi yang berdampak melalui karya nyata.

“Kami melihat peran guru besar dan associate professor sebagai garda terdepan dalam menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Dari kegiatan ini, kami berharap muncul research collaboration dan joint publication antara Unisba dan UMAM,” tambahnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Emeritus Dr. Rushami Zien Yusoff menekankan bahwa dunia akademik kini berada dalam situasi yang sangat menantang: volatile, uncertain, complex, ambiguous (VUCA), bahkan berkembang pada kondisi “Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible.

Ia menjelaskan bahwa seorang profesor perlu meninggalkan pola kerja administratif yang hanya berorientasi compliance, dan mulai bergerak ke arah performance-based. “Profesor harus memahami di mana posisi dirinya dalam kontribusi terhadap negara dan umat. Karier akademik harus terhubung dengan big picture kompetitivitas bangsa,” tegasnya.

Prof. Zien juga menekankan pentingnya membangun karier akademik yang jelas melalui empat pilar utama: riset, publikasi, consulting, dan community service. Ia menjelaskan tantangan penelitian saat ini terkait knowledge gaps, baik teoretis, metodologis, maupun kontekstual-aplikatif yang harus diisi oleh para akademisi.

Lebih jauh, Prof. Zien menyoroti tantangan besar dalam publikasi internasional. “Kesempatan untuk mendapatkan rekomendasi positif dari dua reviewer hanya sekitar 11 persen. Artinya kualitas riset harus benar-benar kuat, terutama dari sisi novelty dan metodologi,” paparnya dalam sesi diskusi.

Narasumber kedua, Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H., memaparkan materi bertajuk “Makna Profesor,” yang menggambarkan kembali esensi tertinggi jabatan akademik tersebut.

Menurut Prof. Edi, profesor adalah gelar akademik tertinggi yang menunjukkan kapasitas seorang akademisi untuk mengajar, meneliti, dan berkontribusi secara mandiri.

“Profesor bukan sekadar gelar kehormatan. Ia harus menjadi ahli dalam bidangnya, menjunjung etika akademik, dan mampu mengkomunikasikan hasil penelitian kepada sejawat maupun masyarakat luas,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa menurut regulasi nasional, sebutan profesor hanya berlaku selama seseorang masih aktif mengajar di perguruan tinggi. “Secara argumentum a fortiori, bahkan dosen yang tidak lagi aktif pun tidak dapat menyandang sebutan profesor,” katanya.

Dalam paparannya, Prof. Edi menampilkan sejumlah refleksi tentang beban dan tantangan profesor di Indonesia. Ia menyebut banyak profesor masih terjebak rutinitas administratif sehingga kurang hadir di ruang publik. “Seorang profesor seharusnya menjadi pemikir publik, penjaga nilai akademik, sekaligus pengawal kebebasan mimbar akademik dan kejujuran intelektual,” tegasnya.

Sesi ini menjadi pijakan awal untuk membangun jejaring riset dan publikasi bersama antara Unisba dan UMAM. Kedua narasumber sepakat bahwa profesor masa kini harus hadir sebagai agen perubahan, pemikir publik, dan penggerak inovasi di tengah masyarakat. [ ]

Dok foto: Komhumas