BERITAUNGGULAN.COM, SIDOARJO – Tragedi robohnya gedung musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tak hanya meninggalkan duka, tetapi juga menjadi panggung solidaritas dan uji kekuatan teknologi penyelamatan di Indonesia.
Memasuki hari kelima pascakejadian, Jumat (3/10), lebih dari 400 personel gabungan dari berbagai unsur—Basarnas, TNI-Polri, BPBD, Damkar, Dinas Sosial, Dinas PU-SDA, hingga komunitas relawan—terus melakukan evakuasi tanpa henti. Dengan sistem kerja rotasi 24 jam, operasi ini digadang-gadang sebagai salah satu aksi kemanusiaan terbesar di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir.
Tak sekadar mengandalkan tenaga manual, tim SAR gabungan juga diperkuat oleh perangkat mutakhir, seperti Search Cam Flexible Olympus, Xaver 400 Wall Scanner, hingga Multi Search Leader yang mampu mendeteksi tanda-tanda kehidupan di balik reruntuhan beton.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menegaskan, penggunaan teknologi ini dikombinasikan dengan pendekatan penuh kehati-hatian. “Lebih dari 400 personel bekerja siang malam. Keluarga korban pun mendukung percepatan, termasuk penggunaan alat berat untuk memaksimalkan pencarian,” ujarnya dari posko darurat Buduran.
Korban dan Dukungan Lapangan
Hingga Kamis (3/10) siang, BNPB mencatat total 166 orang terdampak. Dari jumlah itu, 111 orang telah berhasil dievakuasi, dengan rincian 14 masih menjalani perawatan di rumah sakit, 89 sudah dipulangkan, dan sembilan meninggal dunia. Sementara 54 orang lainnya masih dalam pencarian.
Para korban selamat dan luka dirawat di sejumlah rumah sakit, mulai dari RSUD RT Notopuro Sidoarjo, RS Siti Hajar, RS Unair Surabaya, hingga RS Sakinah Mojokerto.
Untuk mendukung operasi di lapangan, BNPB mengirimkan 200 kantong jenazah, 250 set APD, 4.000 masker, serta insentif operasional bagi tim. Selain itu, tiga unit crane, satu excavator breaker, 30 dump truck, empat mesin pemotong beton, dan 30 ambulans siaga di lokasi kejadian.
Solidaritas Jadi Kekuatan
Lebih dari sekadar angka, yang terlihat di Buduran adalah wujud nyata solidaritas. Relawan dari berbagai daerah, aparat, dan masyarakat sekitar bergabung dalam satu misi: menyelamatkan nyawa. Operasi diperkirakan akan berlangsung hingga sepekan, dengan laporan perkembangan korban diumumkan tiga kali sehari.
“Potensi penemuan korban masih ada. Kami akan terus melaporkan secara berkala,” tutup Suharyanto.
