Syamsul Anwar Menaggapi Kritik Terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal

Syamsul Anwar Menaggapi Kritik Terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal

BERITAUNGGULAN.COM, YOGYAKARTA — Konsep Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) telah memunculkan berbagai kritikan dari berbagai pihak. Para kritikus berpendapat bahwa penerapan kalender Hijriah yang seragam secara global berpotensi bertentangan dengan prinsip ilmiah dan praktik rukyat. Mereka khawatir penerapan KHGT akan membuat beberapa wilayah memasuki bulan baru meskipun hilal belum terlihat, sementara wilayah lain harus menunggu sehari lagi meskipun hilal sudah terlihat sehari sebelumnya.

Salah satu kekhawatiran utama para pengkritik adalah kemungkinan adanya bulan baru di suatu kawasan meskipun hilal masih berada di bawah ufuk. Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar “melihat hilal” sebagai tanda masuknya bulan baru. Jika hilal masih di bawah ufuk, maka mustahil hilal dapat dilihat, sehingga penerapan bulan baru dalam kondisi tersebut dianggap tidak sesuai dengan sunnah.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar, merespons kritik tersebut dengan menegaskan bahwa KHGT harus memenuhi dua syarat mendasar. Pertama, kalender tidak boleh menunda suatu wilayah memasuki bulan baru jika sudah memenuhi syarat imkanu rukyat (5-8) di mana pun di permukaan bumi. Kedua, kalender tidak boleh memaksa suatu wilayah memasuki bulan baru jika konjungsi belum terjadi. “Dua syarat ini sangat mendasar, jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi, maka KHGT tidak bisa diterapkan,” tegas Syamsul pada Rabu (10/7).

Syamsul menjelaskan bahwa dalam konteks KHGT, prinsip “transfer imkan rukyat” menjadi sangat penting. Orang yang berada di sebelah barat, seperti Amerika Serikat, memiliki peluang lebih besar untuk melihat hilal pada hari pertama kemunculannya. Sebaliknya, orang di wilayah ujung timur, seperti Selandia Baru, kurang beruntung dalam hal ini. Kondisi ini membutuhkan “transfer imkan rukyat”.

Transfer imkan rukyat berarti memindahkan hasil rukyat atau imkan rukyat dari satu tempat ke tempat lain yang belum mengalami rukyat atau imkan rukyat. Prinsip ini diterapkan secara global untuk memastikan bahwa wilayah bagian timur tidak dipaksa memasuki bulan baru sebelum terjadi ijtimak, sesuai dengan QS. Yasin [36] ayat 39. Syamsul menjelaskan bahwa prinsip ini sebenarnya sudah lama digunakan di Indonesia. Misalnya, jika hilal sudah terlihat di ujung barat Indonesia, tetapi masih di bawah ufuk di timur Indonesia, maka wilayah timur tetap mengikuti masuknya bulan baru. Oleh karena itu, transfer imkan rukyat tidak menimbulkan masalah, justru menjadi solusi yang efektif dalam menjaga keseragaman penentuan awal bulan Hijriah.

Muhammadiyah menerima setiap kritik dengan terbuka, namun Syamsul menekankan bahwa kritikus sebaiknya memahami terlebih dahulu konsepsi KHGT yang telah disebar luas melalui berbagai media. Dengan pemahaman yang komprehensif, kritik yang disampaikan akan lebih konstruktif dan berdasar. Sumber : muhammadiyah.or.id