BERITAUNGGULAN.COM, BANDUNG – Kamis, (2/05): Dalam rangka meningkatkan perluasan kepesertaan Program Jaminan Sosial Kesehatan salah satunya diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Menindaklanjuti Implementasi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tersebut Tim Koordinasi Inpres 1/2022 yang terdiri atas Kemenko PMK, Sekretaris Kabinet, dan Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta 27 Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Barat.
Bertempat di salah satu hotel di Kota Bandung, acara ini dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi, para Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Inspektorat, Kepala Bappeda, Kepala BPKAD, dan Direktur RSUD dari 28 Pemerintah Daerah. Kegiatan monev dilakukan dengan membedah satu-persatu permasalahan dalam pelaksanaan JKN di daerah.
Dalam acara ini, Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati, menyampaikan berdasarkan data BPJS Kesehatan (per 31 Maret 2024), jumlah peserta JKN yang terdaftar mencapai 269.493.003 jiwa (95,70%) dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan untuk wilayah di Provinsi Jawa Barat dengan 27 kabupaten/kota telah mencapai UHC 95,97% dari jumlah penduduk se-Provinsi Jawa Barat
“Selain UHC, kita juga perlu fokus pada aspek kepesertaan aktif JKN, yaitu berdasarkan data rata-rata sekitar 73,59% kepesertaan penduduk yang aktif di Provinsi Jawa Barat,” ujar Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati dalam sambutannya. Deputi Direksi Wilayah V Siswandi pada kesempatan ini menyampaikan bahwa dari hasil monev BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah V, menunjukkan dari 27 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Barat masih terdapat 8 kabupaten yang belum mencapai Universal Health Coverage (UHC), yaitu Kab. Tasikmalaya (80,53%), Kab. Ciamis (81,14%), Kab. Garut (89,09%), Kab. Indramayu (90,14%), Kab. Bandung Barat (90,95%), Kab. Cianjur (91,11%), Kab. Bogor (93,32%), dan Kab. Sumedang (93,44%). “Tentu ini menjadi tantangan bersama dalam mewujudkan UHC 98%, keaktifan peserta minimal 85% sesuai RPJMN, dan pengumpulan iuran serta tunggakan iuran JKN yang lancar di Provinsi Jawa Barat. Tetapi kami yakin dengan adanya dukungan dari Pemda dan seluruh stakeholder, maka hal tersebut dapat terwujud di tahun 2024 ini”, tambah Siswandi.
Selain dari sisi kepesertaan, keberlanjutan Program JKN dipengaruhi dari peserta aktif yang membayar iuran secara tepat waktu dan tepat jumlah. Namun, berdasarkan laporan BPJS Kesehatan per 31 Maret 2024, Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat secara total masih memiliki tunggakan yang terdiri dari utang Iuran Wajib Pemda, Iuran Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda, Bantuan Iuran Pemda, Bantuan Iuran Peserta PBPU Kelas 3 Mandiri, serta Kurang Salur Bantuan Keuangan Provinsi atas iuran PBPU Pemda dengan nilai total mencapai lebih dari 395,5 miliar rupiah. Selain itu, masih banyak juga pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi/kabupaten/kota yang belum memenuhi kelengkapan 5 komponen penghasilan dalam perhitungan iuran wajib JKN bagi ASN daerahnya.
Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK Niken Ariati juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemerintah daerah yang telah berjuang bersama mewujudkan perlindungan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk di wilayahnya.
“Atas berbagai tunggakan tersebut, kembali saya mengingatkan bahwa JKN ini merupakan program Negara dalam wujud asuransi sosial berprinsip gotong royong dan tidak bisa berjalan sendiri tanpa kolaborasi lintas sektor,” ungkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Prof Nunung Nuryartono, dalam sambutannya menekankan, adanya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 telah menginstruksikan 11 tugas kepada Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) agar segera mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN.
“Kemenko PMK terus memantau secara reguler pelaksanaan seluruh rencana aksi pelaksanaan Inpres 1/2022 dan melaporkannya kepada Bapak Presiden untuk terus melanjutkan Program JKN,” ucapnya.
Hasil monev menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah sudah mencapai UHC namun masih terdapat kendala mulai dari jumlah keaktifan kepesertaan yang rata-rata di angka 73,59%. Selain itu, adanya tunggakan dalam pembayaran iuran oleh Pemda, baik Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Kelas 3 Mandiri, hingga Iuran Wajib Pemda atas ASN daerahnya.
Selaku Ketua Tim Monev, Niken menekankan perlu komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan kendala yang ada dalam pelaksanaan Program JKN. Menurutnya, komitmen UHC yang ada perlu ditindaklanjuti dengan kecukupan anggaran dan verifikasi serta validasi data secara berkala, termasuk merekam peserta JKN kelas 3 yang non-aktif di wilayahnya untuk direaktivasi sebagai peserta PBI Pemda. Alternatif pendanaan untuk PBI juga tidak terbatas dari APBD namun dimungkinkan juga menggunakan dana CSR melalui pelibatan non-pemerintah untuk memberi jaminan kesehatan bagi masyarakat.
“Monev ini sangat krusial karena perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk bergotong royong bersama dalam keberlanjutan program JKN. Saat ini utilisasi Dana Jaminan Sosial Kesehatan telah mencapai 106,1% dari iuran yang dibayarkan peserta. Tingginya tunggakan dan tingginya klaim terus menggerus aset Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang berakibat kemungkinan gagal bayar/defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan bila tidak terus kita mitigasi,” ujar Niken.