BERITAUNGGULAN.COM, BANDUNG – – Seratusan jurnalis dan pekerja media se-Jawa Barat menggelar aksi unjukrasa menolak RUU Penyiaran terutama pasal 50B ayat 2 huruf c draft revisi undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, yang melarang Jurnalis melakukan investigasi.
Aksi tersebut dilakukan di depan gedung DPRD Jawa Barat Jl.Diponegoro Kota Bandung, Selasa (28/5/2024). Ratusan Jurnalis tersebut terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia, Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Mereka menolak rancangan undang-undang (RUU) Penyiaran yang kini tengah disusun oleh DPR RI. Saat ini, ada beberapa poin yang menjadi sorotan para jurnalis yang didalamnya banyak melemahkan kekuatan pers yang telah diatur di UU Nomor 40 Tahun 1999.
Koordinator Aksi Deni Supriatna mengatakan, aksi yang dilakukan merupakan bentuk perlawanan terhadap RUU Penyiaran yang diusulkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada DPR. Menurutnya sejumlah pasal dalam rancangan ini pun diduga bisa mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Banyak pasal yang dibahas sangat multitafsir dan berpotensi mengurangi partisipasi masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik,” ungkap Deni.
Ia menambahkan, jika revisi RUU Penyiaran tersebut jadi disahkan DPR maka hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.
“Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi media memiliki peran strategis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat,” jelasnya.
Sementara dalam orasinya Saifal dari IJTI Kota Cimahi menyampaikan bahwa investivasi merupakan produk jurnalistik paling tinggi. Sebab, sambungnya, kerja investigasi jurnalis penuh dengan resiko bukan hanya fisik tetapi hingga bertaruh nyawa.
“Kalau investigasi sebagai kerja jurnalistik dilarang bahkan nanti bisa diadukan dan diproses hukum maka kerja wartawan
hanya sebagai “humas” dan corong pemerintah saja. Sebab jurnalis tidak boleh memberitakan hal buruk termasuk kasus korupsi dan hanya memberitakan yang baik saja berdasarkan rilis yang mereka kirim,”paparnya.
Ia menambahkan jika revisi RUU Penyiaran khususnya larang investigasi maka masyarakat tidak akan lagi mendapat informasi yang seimbang dan kebenaran yang sesungguhnya. Sebab, sambungnya, sumber berita hanya satu arah saja.
“Maka tidak lain ini harus ditolak bukan hanya oleh kalangan jurnalis tetapi harus ditolak oleh seluruh elemen masyarakat,”imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat.
Hal ini tatkala draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik.
Selain diisi dengan orasi, aksi jurnalis menolak revisi RUU Penyiaran ini juga diisi dengan aksi teatrikal dimana digambarkan seorang jurnalis yang kerja dengan dibelenggu kaki dan tangannya. Selain berorasi, ratusan jurnalis dari media online, foto, televisi maupun lainnya, menggelar berabagai macam poster yang bertuliskan kecaman adanya pelarangan berita investigasi. [ ]
Rep: iman
Foto: iman