idaqu

Tekad Menjawab Tantangan dengan Mewujudkan Impian

Resensi Buku
IDAQU Story The Spirit of Making Dreams

BERITAUNGGULAN.COM,JAKARTA–Barangkali publik di tanah Air sudah mengenal nama Daarul Qur’an yang dipimpin KH Yusuf Mansyur. Setelah sukses membina pondok pesantren tersebut, kini Daarul Qur’an berkembang dengan mendirikan Institut Daarul Qur’an (IDAQU). Atau dengan kata lain, IDAQU berdiri sebagai wadah bagi lulusan pesantren Daarul Qur’an. Sebagai lembaga pendidikan tinggi IDAQU berupaya menghasilkan lulusan sarjana di berbagai disiplin ilmu yang menjadi penghafal Al-Qur’an.

Mimpi besar tersebut tertuang dalam buku IDAQU Story yang disunting Pipiet Senja. Dalam buku setebal 256 itu diceritakan secara gamblang awal mula ide dasar pendirian lembaga pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari pendidikan menengah. Berdirinya IDAQU yang diawali dengan pertemuan dengan Prof. Nur Syam selaku Sekjen Kementerian Agama dan Dr Suwendi M.Ag Kasubdit Penelitian dan pengabdian Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi keagamaan Islam Kementerian Agama dengan KH Yusuf Mansyur bersama pengurus yayasan dan tim pesantren Daarul Qur’an di Hotel Santika, Bintaro tahun 2018.

Di dalam buku tersebut juga dijelaskan pemilihan rektor pertama IDAQU yakni DR Anwar Sani S.Sos.I, ME. yang sebelumnya adalah praktisi bidang zakat. Bagi Daarul Qur’an nama Anwar Sani merupakan salah satu tenaga pengajar yang membidani lahirnya pesantren tersebut. Kiprahnya di dunia pendidikan Islam dan praktisi zakat di sejumlah lembaga filantropi dan perguruan tinggi membuatnya menjadi sosok mumpuni untuk menjadi nakhoda IDAQU. IDAQU memiliki tiga fakultas yakni Ushuluddin, Tarbiyah dan Keguruan, serta Ekonomi dan bisnis Islam dengan jumlah prodi sebanyak 6.

Dengan gaya penyajian yang lugas, sederhana dan akrab dengan dialog ringan, Pipiet Senja berupaya merangkul pembaca agar dapat menikmati kisah sejarah lembaga pendidikan tersebut. Buku tersebut juga mengisahkan saat bersejarah  ketika penyusunan borang, kisah STMIK Antar bangsa di Ciledug yang menjadi cikal bakal IDAQU.

Masalah pemasaran untuk mencari mahasiswa dan perekrutan tenaga pengajar, staf akademik juga dikisahkan dengan bahasa ringan dan santai. Dialog satu dua orang, atau celotehan ringan yang mampu mempengaruhi imajinasi pembaca sengaja disisipkan.

Disini kekuatan semangat bersedekah menjadi magnet kuat bagi pendirian IDAQU. Tak mengherankan bila sejak dicanangkan pendirian perguruan tinggi itu segera menuai antusiasi positif dari khalayak luas. Baik dari individu yang menyumbang sebidang tanah, BRI peduli yang memberi sumbangan pembangunan masjid senilai Rp 1,5 miliar, hingga sumbangan mobil Fortuner dan Range Rover bagi pembangunan kampus.

Demikian pula dengan kisah penuturan sekitar 15 staf kepegawaian dan dosen kembali dicaritakan dengan gaya bertutur yang santai. Seolah mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan lnstitut ini di tahun awal pendirian. Penuturan mereka dikisahkan di bagian akhir buku IDAQU Story The Spirit of Making Dreams.

Penulis juga tidak lupa melengkapi buku ini dengan sajian gambar bersejarah guna melengkapi otentifikasi pendirian lembaga pendidikan tinggi tersebut. Meski disajikan secara hitam putih, namun buku ini menjadi saksi yang melengkapi sejarah IDAQU yang cukup optimis menatap masa depannya seperti ditegaskan dalam kumpulan quote sang rektor di halaman pembuka buku yang cetakan pertamanya Februari 2024 ini.

dok foto: Beritaunggulan.com