BERITAUNGGULAN.COM, Makkah – Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi membuka kemungkinan untuk mengubah mekanisme kontrak layanan haji menjadi jangka panjang tiga tahun. Inovasi ini dibahas dalam pertemuan antara Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan Wakil Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Abdul Fattah Masyath, di kantor Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi di Makkah.
Delegasi PPIH dipimpin oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, dan dihadiri oleh Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, Direktur Pengelolaan Dana Haji Ramadan Harisman, serta Konsul Haji pada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Nasrullah Jasam. Hilman Latief mengungkapkan, “Dalam surat yang disampaikan kepada Menteri Agama Republik Indonesia, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi menyarankan kontrak tiga tahun, khususnya untuk layanan di Masya’ir,” ujarnya usai pertemuan pada Minggu (30/6/2024).
Menurut Hilman, Kerajaan Saudi mendorong misi haji, termasuk Indonesia, untuk mempersiapkan penyelenggaraan haji lebih awal. Proses kontrak layanan yang bersifat jangka panjang memungkinkan persiapan fasilitas yang lebih matang dan terencana. “Dengan kontrak jangka panjang, ada kepastian penggunaan dan kerjasama, sehingga layanan dapat dipersiapkan dengan lebih baik,” jelas Hilman.
Pertemuan tersebut juga membahas tempat dan kepastian fasilitas di Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina), serta berbagai skenario baru yang dapat diterapkan oleh misi haji Indonesia. Hilman menyampaikan terima kasih kepada Abdul Fattah Masyath atas dukungannya terhadap misi haji Indonesia selama pelaksanaan haji 1445 H. Selain kontrak jangka panjang, mereka juga mendiskusikan beberapa regulasi dan perubahan yang mungkin akan diterapkan pada penyelenggaraan haji mendatang.
Abdul Fattah Masyath mengapresiasi suksesnya pelaksanaan puncak haji di Armuzna oleh misi haji Indonesia. Ke depan, PPIH berencana merumuskan skenario baru untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi jemaah haji, termasuk tanazul yang lebih terorganisir. “Kami berharap kesiapan tempat selama di Arafah dan Mina dapat menjadi landasan bagi penetapan kuota jemaah haji Indonesia di masa mendatang,” tambah Hilman.
Wamenhaj juga memuji upaya Indonesia dalam menekan angka kematian jemaah. Menurut data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), hingga hari ini tercatat 329 jemaah wafat, angka yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 586 pada periode operasional yang sama. Indonesia menerapkan syarat istithaah kesehatan sebelum pelunasan biaya haji, dan Hilman menekankan pentingnya memperkuat skema ini untuk operasional haji 1446 H/2025 M. “Kami berharap angka kematian jemaah dapat terus menurun. Ini menjadi bahan evaluasi penting bagi kami dalam memperkuat skema istithaah kesehatan jemaah,” tandasnya.